narasi1.com – Aksi walk out mewarnai Rapat Dengar Pendapat (RDP) lintas Komisi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Utara yang membahas reklamasi pantai Manado Utara, Selasa (2/7/2023).
Ini dilakukan Legislator Fraksi Golkar, Yongkie Limen dihadapan jajaran anggota dewan yang hadir, Direksi PT. Manado Utara Perkasa (MUP) selaku pengembang, dan masyarakat kontra reklamasi.
Keputusan yang diambil Yongkie bukan tanpa sebab. Ia mengaku sangat kecewa dengan PT. MUP yang tidak memenuhi komitmen di RDP sebelumnya, saat pertemuan dengan masyarakat pro reklamasi.
Ia menilai janji PT. MUP untuk tidak mengotak-atik pantai Manado Utara, tidak sesuai dengan konsep pembangunan dan masterplan yang dipresentasikan dalam RDP kali ini.
“Itu pantai yang sudah terbentuk di Karangria tidak bisa diutak-atik. Kita kan sudah setuju kemarin dengan masyarakat yang mendukung. Sedangkan di gambar masterplan ini, pantainya tidak kelihatan,”
“Jujur sebagai anggota dewan sekaligus masyarakat Manado tidak terima konsep reklamasi ini. Karena sudah jelas itu menutup pantai yang ada. Ruang terbuka publik yang dibilang akan menyisahkan pantai, malah kelihatan seperti kuala itu jatohnya,” soraknya.
“Ini tidak sesuai pembicaraan kemarin dengan masyarakat yang mendukung. Saya mohon keluar. Saya tidak mampu melihat ini. Saya mau sesuai yang kemarin,” tutup Yongkie sembari meninggalkan ruangan serbaguna yang menjadi lokasi RDP.
Di sisi lain, anggota dewan Amir Liputo juga minta pengembang tidak menghilangkan ciri khas pantai Manado Utara dalam konsep reklamasi.
“Kami tidak menentang reklamasi. Kami juga ingin ada pembangunan signifikan di bagian utara Manado, tidak hanya di bagian selatan saja. Supaya ada pemerataan pembangunan di kota kita,” bukanya.
“Tapi jangan hilangkan bibir pantai. Jangan hilangkan jati diri pantai Manado Utara,” tegas Legislator Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.
Keluarnya Yongkie dari ruangan rapat sempat memancing masyarakat meninggalkan lokasi. Tapi situasi akhirnya bisa dikendalikan Jems Tuuk selaku anggota dewan yang dipercayakan memimpin rapat.
“Tolong hargai rapat ini. Dewasalah dalam berdiskusi. Hargai DPRD Sulut yang sudah memfasiltias kalian bertemu pengembang reklamasi. Kami disini sedang berusaha menampung kepentingan semua pihak, baik masyarakat yang mendukung dan tidak mendukung serta investor yang ada,”
“Jika kalian benar-benar ingin menolak reklamasi, RDP ini salah satu jalan kalian. Karena hasil rapat ini akan mengeluarkan rekomendasi ke pusat, yang kemungkinannnya bisa mempengaruhi kebijakan yang sudah ada,” lugasnya.
Jems juga mengingatkan bahwa sesuai aturan yang berlaku, persetujuan reklamasi ini adalah kewenangan pusat bukan daerah. Makanya disini DPRD Sulut mencari celah untuk mengakomodir kepentingan semua pihak lewat hasil RDP ini.
“Sebagai wadah aspirasi, DPRD Sulut ingin menampung kepentingan semua pihak. Kalaupun akhirnya keputusan reklamasi dari pusat tidak bisa dirubah, masyarakat yang tidak setuju bisa menempuh jalur hukum di PTUN,” tandas Legislator Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu.
RDP pada akhirnya bisa berakhir dengan tertib dan kondusif, meskipun belum ada hasil konkrit yang dihasilkan karena mengalami penundaan.
RDP akan dilanjutkan pada 9 Juli 2024 mendatang, dengan menghadirkan pihak yang sama; PT. MUP dan masyarakat kontra reklamasi. (*)