narasi1.com – Wakil Gubernur Sulawesi Utara, Steven Kandouw menambah pengetahuan civitas akademika Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado terkait peningkatan investasi dan perdagangan daerah, Selasa (19/3/2024).
Pada kesempatan itu, Kandouw menjelaskan terkait materi “Dukungan Pemerintah Daerah Meningkatkan Investasi dan Perdagangan Sulawesi Utara”.
Kandouw mengawali pemaparan terkait Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Sulut masih termasuk kategori penghasilan rendah. Namun, berkat dan terobosan yang dibuat Gubernur Olly Dondokambey, pertumbuhan ekonomi Sulut berada lebih tinggi dari nasional.
“Contohnya saja untuk jalan tol yang idenya sudah direncanakan sejak lama, dan baru direalisasikan oleh Pak Gubernur Olly. Yang kemudian diikuti dengan pembangunan Ring Road III, Bandar Udara Bolmong, Bendungan Lolak dan Kuwil,” terangnya.
“Sulut tidak punya investasi yang besar seperti Morowali dengan nikel yang mencapai triliunan. Di sini bagaimana kita dorong pelaku ekonomi di Sulut, yang penduduknya hanya 2,6 juta untuk memanfaatkan peluang investasi,” ungkapnya.
Lanjut Kandouw, dengan dipacunya pembangunan, berdampak untuk investasi di Sulut. Buktinya, realisasi investasi Sulut meningkat sepanjang 2023 yang menembus Rp10,7 triliun. Angka tersebut tertinggi selang sepuluh tahun belakang ini.
“Realisasi investasi di Sulut dengan capaian Rp10,7 triliun. Bisa begini karena environment dan government dan community environment,” bebernya
“Pemerintah punya pemikiran lebih cepat lebih bagus. Tetapi society masyarakat juga penting. Masyarakat harus punya pemikiran serta ditopang kondusifas daerah, makanya ini harus dijaga supaya Sulut tetap seperti ini. Tidak ada konflik horisontal, hal ini sangat membantu investasi,” jelasnya.
Potret investasi, ujar Kandouw, tidak saja ditopang oleh Kota Manado saja tetapi ada dari kabupaten/kota lainnya yakni Minahasa Utara, Kotamobagu, Bolaang Mongondow Utara dan Bolaang Mongondow. “Pertumbuhan ekonomi wujudnya adalah ekspor, kita ini ada di pintu gerbang pasifik, yang paling dekat di Indonesia titiknya adalah Sulut. Sehingga menjadi heran kalau tidak bisa membangun ekspor. Dan setelah ditelusuri kendalanya adalah infrastruktur dan regulasi,” tuturnya.
“Semenjak lobi Pak Gubernur Olly, dengan infrastruktur yang jadi, yakni terminal peti kemas, tol ditambah breakthrough regulasi kita, ekspor Sulut aksesnya semakin terbuka,” sambungnya.
Kondisi ini, ungkap Kandouw, berhasil mengurangi cost ekspor yang sebelumnya melewati rute berputar Bitung-Makassar menuju Cina, Jepang sebagian dibawa ke Surabaya, Jakarta ke Eropa lewat Singapura dan seterusnya.
“Bayangkan overhead costnya dari banyak simpul-simpul regulasi. Bersyukur sekarang Sulut sudah ada Kanwil Bea Cukai yang mempermudah ekspor dan impor,” pungkasnya. (*)