Penggunaan Senjata Nuklir Akan Akhiri Rezim Kim Jong Un

  • Bagikan
Kim Jong Un di salah satu lokasi tes Nuklir. (Foto Istimewa)

narasi1.com – Presiden Korea Selatan (Korsel) Yoon Suk Yeol pada hari Selasa memperingatkan bahwa rezim Kim Jong-un yang berkuasa di Korea Utara (Korut) akan berakhir jika Pyongyang nekat menggunakan senjata nuklir.

Berpidato di sebuah upacara di Pangkalan Udara Seoul untuk memperingati Hari Ulang Tahun ke-75 Angkatan Bersenjata Korea Selatan, Yoon mengatakan Korea Utara harus menyadari bahwa senjata nuklirnya tidak akan pernah bisa menjamin keamanannya.

Jika Korea Utara menggunakan senjata nuklir, rezimnya akan berakhir karena respons yang luar biasa dari aliansi Korea Selatan-Amerika Serikat,” kata Yoon sebagaimana dikutip dari Yonhap News, Rabu (27/9/2023).

Presiden Yoon mengatakan bahwa Pyongyang terus meningkatkan kemampuan nuklir dan rudalnya meskipun ada peringatan dari masyarakat internasional. Yoon berjanji untuk lebih memperkuat kerja sama keamanan dengan AS dan Jepang.

Militer Korea Selatan juga dijadwalkan mengadakan parade militer besar-besaran di pusat kota Seoul pada hari Selasa untuk pertama kalinya sejak tahun 2013, yang menampilkan sekitar 4.000 tentara dan lebih dari 170 peralatan militer, termasuk tank tempur K2, rudal “berkekuatan tinggi” baru negara tersebut.

Pernyataan terbaru Yoon muncul setelah Korea Utara pada hari Senin mengatakan bahwa kemajuan baru-baru ini dalam hubungan bilateral dengan Rusia adalah hak “kedaulatan” dan “landasan bagi stabilitas regional”.

Dalam pidatonya di Majelis Umum PBB di New York pekan lalu, Yoon mengatakan bahwa setiap kesepakatan senjata antara Korea Utara dan Rusia sama saja dengan “provokasi langsung” terhadap Seoul.

Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un kembali ke Pyongyang pekan lalu setelah melakukan perjalanan selama seminggu ke Rusia.

Mahkamah Konstitusi Korea Selatan pada hari Selasa membatalkan revisi Undang-Undang Hubungan Antar-Korea dan menyebutnya inkonstitusional. Pada tahun 2021, pemerintahan Presiden Moon Jae-in merevisi Undang-Undang Hubungan Antar-Korea dan melarang peluncuran selebaran anti-Korea Utara di seluruh perbatasan, di tengah kekhawatiran bahwa tindakan tersebut dapat memprovokasi Korea Utara dan membahayakan orang-orang yang tinggal di dekat perbatasan.

Berdasarkan undang-undang baru, siapa pun yang melanggar perintah pemerintah akan dikenakan hukuman penjara maksimal tiga tahun atau denda sebesar USD22.172.

Namun, Mahkamah Konstitusi menolak undang-undang tersebut, dengan mengatakan bahwa undang-undang tersebut secara berlebihan membatasi hak kebebasan berekspresi yang dijamin secara konstitusional. (*)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *