narasi1.com – Serangan masih terus terjadi di Gaza. Serangan itu diluncurkan oleh Israel sebagai pembalasan dendam atas penyerangan kelompok militan Palestina, Hamas, ke wilayahnya pada 7 Oktober lalu.
Berikut dinamika perang Israel-Hamas sebagaimana dikumpulkan CNBC Indonesia dari berbagai sumber, Selasa (17/10/2023):
Korban Tewas Tembus 4.265
Korban tewas perang Hama dan Israel kini mencapai 4.265 orang. Dari data terbaru, dikutip Al-Jazeera, korban terus bertambah di Gaza, Tepi Barat dan Israel.
Di Gaza, terdapat 2.808 warga tewas dengan 10.859 luka. Sementara di Tepi Barat, ada 57 tewas dengen 1.200 terluka. Di Israel dilaporkan 1.400 tewas. Sedangkan angka terluka mencapai 3.500 orang.
Perang Menyebar ke Lebanon
Israel disebut juga menyerang Lebanon. Ini ditegaskan Menteri Luar Negeri Bou Habib, mengutip Al-Jazeera.
Ia mengatakan Israel harus menyetop aksi provokasinya. Tel Aviv sama saja menyebar minyak di bara api, dan bisa melebarkan perang. “Kami tidak pro-perang. Kami ingin ketenangan di kawasan,” tambahnya lagi.
Biden Kunjungi Israel
Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden akan melakukan kunjungan ke Israel pada Rabu. Hal tersebut diungkapkan oleh pihak Gedung Putih dan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken.
“Presiden akan menegaskan kembali solidaritas AS dengan Israel dan komitmen kuat kami terhadap keamanannya,” kata Blinken di Tel Aviv.
“Israel mempunyai hak dan kewajiban untuk membela rakyatnya dari Hamas dan teroris lainnya serta mencegah serangan di masa depan,” tuturnya, sebagaimana dilansir AFP.
“Biden akan mendengar dari Israel apa yang dibutuhkan untuk membela rakyatnya saat kami terus bekerja sama dengan Kongres untuk memenuhi kebutuhan tersebut,” katanya.
AS Siagakan 2.000 Tentara
Sekitar 2.000 tentara AS telah diperintahkan untuk bersiap ditempatkan di Timur Tengah guna memberikan dukungan kepada Israel. Kabar ini disampaikan oleh seorang pejabat pertahanan negara tersebut.
“Pasukan tersebut (sebenarnya) belum dikirim ke mana pun, juga belum tentu dikirim ke Israel atau Gaza. Jika mereka dikerahkan, mereka akan pergi ke negara terdekat untuk bersiap mendukung Israel dalam perang melawan Hamas,” kata pejabat itu, seperti dikutip NBC News.
Lebih lanjut, pasukan yang menerima pesanan sudah berada dalam status persiapan penempatan 96 jam. Bahkan, tambahnya, kesiapan telah dipersingkat menjadi 24 jam.
Mereka yang dikerahkan akan mencakup anggota militer dengan berbagai kemampuan dan spesialisasi. Termasuk memberikan dukungan medis dan menangani bahan peledak.
Jepang Turun Tangan
Israel terus mengintensifkan serangannya ke wilayah Gaza, Palestina. Hal ini menyusul serangan penguasa wilayah itu, Hamas, ke daerah Israel Selatan pada 7 Oktober lalu.
Serangan Israel dilakukan dengan cara membabi buta. Banyak lokasi yang ditarget oleh Tel Aviv, memicu ribuan korban tewas dari masyarakat sipil.
Israel juga memblokade akses utilitas dan logistik ke wilayah itu, memicu kelangkaan bahan-bahan pokok dan melemahnya sektor kesehatan karena kekurangan obat-obatan dan listrik.
Untuk itu, Jepang memutuskan untuk ikut dalam membantu masyarakat Gaza. Menteri Luar Negeri Jepang Yoko Kamikawa mengumumkan bahwa Tokyo akan memberikan hingga US$ 10 juta (Rp 157 miliar) kepada Gaza.
“Jepang berharap situasi di Israel dan wilayah Palestina akan tenang sesegera mungkin,” katanya dalam konferensi pers, Selasa.
Perang Melebar ke Eropa
Perang Hamas dan Israel “melebar” ke sejumlah negara. Setelah kekerasan terjadi di Prancis dan Amerika Serikat (AS), kali ini dampak perang terjadi di Jerman. Ini terkait Pameran Buku Frankfurt di negeri itu. Acara penerbitan terbesar di dunia itu “diboikot” sejumlah negara.
Meski akan dimulai Rabu, lebih dari seminggu sejak Hamas melancarkan serangan ke Israel yang berujung bombardir Tel Aviv ke Jalur Gaza, panitia mengecam serangan. Bahkan, berjanji menonjolkan suara “Israel”. “Berdiri dengan solidaritas penuh di pihak Israel,” kata Direktur Juergen Boos dalam sebuah pernyataan, dikutip AFP.
Ini pun diikuti dengan penundaan upacara penghargaan penulis Palestina, Adania Shibli. Hal tersebut memicu kecaman dari para penulis terkemuka dan penarikan beberapa kelompok Arab.
“Menunda penghargaan tersebut sama saja dengan menutup ruang bagi suara Palestina”, kata surat terbuka yang ditandatangani oleh Abdulrazak Gurnah dan Olga Tokarczuk, keduanya pemenang Hadiah Nobel Sastra Dunia.
“Pameran Buku Frankfurt mempunyai tanggung jawab, sebagai pameran buku internasional yang besar, untuk menciptakan ruang bagi para penulis Palestina untuk berbagi pemikiran, perasaan, refleksi mereka terhadap sastra melalui masa-masa yang mengerikan dan kejam ini, bukan menutupnya,” tambahnya.
Iran Warning Israel
Iran memperingatkan kemungkinan adanya “tindakan pencegahan” terhadap Israel “dalam beberapa jam mendatang”. Ini ketika Israel bersiap untuk melakukan serangan darat di Jalur Gaza.
Teheran berulang kali mengingatkan bahwa invasi darat ke Gaza yang telah lama diblokade akan ditanggapi oleh pihak lain. Hal itu memicu kekhawatiran akan konflik yang lebih luas yang dapat melibatkan negara lain.
“Kemungkinan tindakan pencegahan oleh poros perlawanan diperkirakan terjadi dalam beberapa jam mendatang,” kata Menteri Luar Negeri Iran, Hossein Amir-Abdollahian dalam siaran langsung ke TV pemerintah, Merujuk pada pertemuannya dengan pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah pada Sabtu lalu.
Yordania Wanti-Wanti soal Pengungsi Gaza
Raja Abdullah II dari Yordania memperingatkan bahwa perpindahan warga Palestina ke Yordania dan Mesir adalah sebuah “garis merah”. Ia mengatakan tidak akan ada pengungsi di Yordania dan tidak ada pengungsi di Mesir.
Berbicara bersama Kanselir Jerman Olaf Scholz pada konferensi pers di Berlin, Raja memperingatkan segala bentuk migrasi paksa.
Ia menyatakan keprihatinan mendalam atas banyaknya korban jiwa di pihak Palestina dan Israel dan situasi kemanusiaan yang mengerikan di Gaza, yang digambarkan sebagai hal yang “tidak dapat diterima,” baik dari segi hukum dan masalah kemanusiaan.
“Itu adalah garis merah, karena menurut saya itu adalah rencana tersangka tertentu untuk mencoba menciptakan masalah de facto di lapangan. Tidak ada pengungsi di Yordania, tidak ada pengungsi di Mesir. Ini adalah situasi berdimensi kemanusiaan yang harus ditangani di Gaza dan Tepi Barat dan tidak mencoba dan memaksakan tantangan Palestina di masa depan ke pundak orang lain,” kata Raja Abdullah II.
“Tahun ini adalah tahun paling berdarah bagi warga Palestina dan Israel dalam beberapa tahun terakhir, dan akan menjadi lebih buruk kecuali kita menghentikan perang ini dan bencana kemanusiaan yang diakibatkannya,” tambahnya.
PBB Jadi Korban Serangan Israel
Setidaknya 17 anggota staf badan bantuan PBB di Gaza (UNRWA) tewas dalam serangan udara Israel sejak 7 Oktober, kata badan tersebut dalam sebuah pernyataan pada Selasa.
UNRWA mengatakan serangan udara Israel terus berlanjut di Khan Younis dan wilayah selatan lainnya di wilayah kantong tersebut. “Diperkirakan 1 juta orang telah mengungsi di Jalur Gaza, dan hampir 400.000 orang mencari perlindungan di fasilitas UNRWA,” kata badan tersebut.
Meskipun ada perintah evakuasi IDF, sejumlah pengungsi internal yang jumlahnya tidak diketahui masih berada di sekolah-sekolah UNRWA di wilayah utara, kata badan tersebut, seraya menambahkan bahwa mereka tidak dapat lagi membantu atau melindungi orang-orang di wilayah tersebut.
Resolusi Rusia soal Gaza Ditolak
Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada hari Senin menolak resolusi Rusia yang menyerukan gencatan senjata kemanusiaan dalam perang antara Israel dan Hamas karena rancangan tersebut tidak mendapatkan jumlah minimum suara yang diperlukan untuk disahkan.
Resolusi tersebut mendapat lima suara mendukung, empat menentang dan enam abstain, dengan Amerika Serikat, Inggris dan Perancis memberikan suara menentang karena kegagalan resolusi tersebut dalam mengutuk Hamas atas serangannya terhadap Israel. Draf tersebut memerlukan sembilan suara untuk dapat dilanjutkan.
“Dengan gagal mengutuk Hamas, Rusia memberikan kedok kepada kelompok teroris yang melakukan tindakan brutal terhadap warga sipil yang tidak bersalah. Ini keterlaluan, munafik, dan tidak dapat dipertahankan,” kata Duta Besar AS Linda Thomas-Greenfield dalam membenarkan keputusan AS.
Ia sebelumnya membandingkan serangan yang dilakukan oleh Hamas dengan “kekejaman paling keji yang dilakukan oleh ISIS.”
Senjata Korut Dipakai Hamas
Korea Utara (Korut) disebut-sebut telah memberikan dukungan senjata untuk pejuang Palestina, Hamas, dalam aksinya menyerang Israel. Hal ini disampaikan mantan Duta Besar (Dubes) Israel untuk Korea Selatan (Korsel), Akiva Tor, kepada Voice of America (VOA).
Tor menyebut bahwa senjata-senjata tersebut sudah berada di Iran dalam waktu yang lama. Diketahui, Pyongyang menyuarakan dukungan kuat kepada Palestina. “Kami akan menghancurkan senjata-senjata ini di Gaza,” tambah Tor.
Sejak Hamas menyerang Israel pada tanggal 7 Oktober, foto-foto granat berpeluncur roket F-7 yang diklaim dibuat oleh Korut juga telah muncul di media sosial X.
Bruce Bechtol, mantan perwira intelijen di Badan Intelijen Pertahanan AS yang kini menjadi profesor ilmu politik di Angelo University di Texas, mengatakan kepada VOA Korean melalui email bahwa F-7 dalam sebuah foto merupakan pesawat buatan Pyongyang. “Tampaknya sejumlah besar senjata yang digunakan Hamas berasal dari Korut,” tambahnya.
Bechtol melanjutkan bahwa lebih banyak senjata Korut kemungkinan akan ditemukan di Gaza setelah Pasukan Pertahanan Israel memulai serangan darat di wilayah tersebut.
Sementara itu, dalam pernyataan di kantor berita resmi Korut, KCNA, Pyongyang menegaskan bahwa informasi itu adalah palsu. Menurut Pyongyang, laporan tersebut adalah cara AS untuk mencari kambing hitam baru atas konflik yang terjadi di Gaza.
“Ini hanyalah upaya untuk mengalihkan kesalahan atas krisis Timur Tengah yang disebabkan oleh kebijakan hegemonik yang salah ke negara ketiga dan dengan demikian menghindari kritik internasional yang berfokus pada kerajaan kejahatan,” kata negara itu dikutip AFP. (*)