Berikut Kronologi Kematian Warga Aceh yang Dilakukan Oknum Paspampres-TNI

  • Bagikan
Imam Masykur, korban penculikan, penganiayaan, dan pembunuhan oknum Paspampres dan dua anggota TNI. (Foto Istimewa)

narasi1.com – Kasus penculikan dan penganiayaan yang dilakukan oknum Paspampres dan dua anggota TNI, hingga mengakibatkan kematian warga Bireuen Aceh bernama Imam Masykur sementara berproses di Polda Metro Jaya.

Dalam kasus tersebut, ada tiga anggota TNI yang terlibat, yakni anggota Paspampres, Praka RM. Dua lainnya adalah Praka HS anggota dari Direktorat Topografi TNI AD dan Praka J dari Kodam Iskandar Muda.

Selain itu, tiga warga sipil turut terlibat. Salah satunya bernama Zulhadi Satria Saputra yang merupakan merupakan kakak ipar dari Praka RM.

Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat (Kadispenad) Brigjen Hamim Tohari mengatakan pengungkapan kasus itu berawal dari adanya laporan penculikan yang disampaikan oleh keluarga Imam ke Polda Metro Jaya pada 14 Agustus lalu.

Menurutnya, berdasar hasil penyelidikan polisi saat itu, ada keterlibatan anggota TNI dalam kasus itu, sehingga kasus diserahkan ke Pomdam Jaya.

“Setelah menerima limpahan perkara dari Polda Metro Jaya, kemudian Pomdam melakukan proses selanjutnya, kemudian didapatkan dua terduga lainnya yang setelah dilakukan penyidikan lanjutan, ditetapkan sebagai tersangka kasus penculikan, pemerasan dan penganiayaan,” kata Hamim di Pomdam Jaya, Selasa (29/8).

Salah seorang saksi mengatakan Imam diculik di tokonya di Jalan Sandratek RT 02/06 Kelurahan Rempoa, Ciputat Timur, Tangerang Selatan, pada Sabtu (12/8) sore. “Sekitar jam 5-an lah,” kata seorang warga yang enggan disebutkan namanya saat ditemui awak media, Selasa (29/8) sore.

Ia saat itu melihat Imam dipiting oleh orang tak dikenal dengan postur tubuh yang besar, tegap serta rambut cepak. Beberapa warga sempat berusaha untuk melerai “perselisihan” tersebut. Namun, mereka batal melerai setelah orang tak dikenal itu mengaku dari anggota kepolisian.

Menurutnya, saat itu Imam dibawa menggunakan mobil berjenis MPV. “Dipegang sama teman kita (berusaha melerai) dipiting gitu. Dia bilang saya anggota (polisi), dilepas sama dia (warga) down juga dia. Emang yang ditangkap itu juga sempat ngelawan, sempat berontak juga,” jelasnya.

Komandan Pomdam Jaya Kolonel Cpm Irsyad Hamdie Bey Anwar membenarkan anggota TNI itu berpura-pura menjadi polisi saat membawa Imam.

Ia mengatakan mereka melakukan perbuatan didasari motif pemerasan. “Pelaku berpura-pura sebagai aparat kepolisian yang melakukan penangkapan terhadap korban, karena korban diduga pedagang obat-obat ilegal (Tramadol dll),” kata Irsyad saat dihubungi, Senin (28/8/2023).

Setelah ditangkap dan dibawa, ia menyebut korban pun dianiaya dan dimintai uang. Namun, penganiayaan mengakibatkan korban meninggal dunia. “Terus mungkin penganiayaan berlebihan sehingga mengakibatkan kematian,” katanya.

Belakangan terungkap, saat itu, tidak hanya Imam yang dibawa oleh anggota TNI itu. Irsyad mengatakan ada satu warga lain yang diculik. Korban penculikan ini juga merupakan pedagang obat seperti Imam. Korban belakangan dilepas oleh para pelaku karena kondisinya yang sudah susah bernafas.

“Sebenarnya yang diculik itu dua orang, tapi yang satu dilepas di sekitar Tol Cikeas itu dilepas, karena mendapati korban ini kondisinya sudah agak nafas juga susah karena ketakutannya korban yang satu lepas,” kata Irsyad di Pomdam Jaya, Jakarta Selatan, Selasa (29/8).

Fauziah, ibu korban Imam, memang mengaku mendapat telpon dari pelaku yang meminta uang tebusan Rp50 juta saat Imam diculik. “Dia (Imam) nelepon dan bilang ‘mak kirim uang saya sudah dirampok, kirim Rp50 juta, saya sudah tidak kuat lagi disiksa’. Tapi saat itu saya bilang akan saya usahakan cari,” kata Fauziah kepada wartawan, Senin.

Fauziah menyebut pelaku juga mengirimkan video penyiksaan Imam ke keluarganya. Menurutnya, para pelaku mengancam akan membunuh korban jika tidak ada uang tebusan.

“Video dia (Imam) disiksa itu dikirim ke kami. Saat itu saya coba telepon, tapi yang angkat pelaku. Saya bilang saya usahakan cari tapi anak saya jangan disiksa. Kami orang tidak berada, jangan kan Rp50 juta, Rp1.000 saja di dompet saya tidak punya,” ujarnya.

“Kami minta saat itu agar pelaku bersabar. Kami keluarga upayakan cari uang itu, tapi malah kami didengarkan jeritan penyiksaan anak saya, video juga dikirim,” ucap Fauziah.

Namun usai telepon terakhir tersebut, keluarga sudah tidak bisa menghubungi ke nomor kontak korban. Begitupun rekan-rekan korban kesulitan untuk melacak Imam. Peristiwa itu lalu dilaporkan ke Polda Metro Jaya pada 14 Agustus hingga akhirnya Imam ditemukan meninggal dunia. (*)

  • Bagikan